Masih
terekam jelas. Siang itu, ditengah panas yang berderai-derai, para mahasiswa
baru tengah berduyun-duyun ke kampus dengan urusan registrasi.
Melintasi kampus, saya
melihat seorang mahasiswa tengah berjalan dengan langkah tergesah-gesah. Karena
searah, saya pun menawarkan tumpangan. Spontan, mahasiswa itu menjawab: “Jalan
Muhammad Yamin Pak”.
Setelah duduk
dibelakang, saya dan mahasiwa itu pun melanjutkan perjalanan. Dengan kecepatan
yang santai, saya mulai bertanya kepada mahasiswa itu: “Fakultas apa dek?”.
Dengan nada yang sedikit gugup, ia akhirnya berbicara: “Fisip Pak”.
“Oya kalau bapak dosen
dimana?” lanjutnya. Dengan sedikit
menahan tawa, Saya menimpali:“Dek! Bukan dek. Saya masih mahasiswa”.
SIIIIR
Tiba-tiba saja saya teringat
akan kejadian beberapa tahun yang silam. Saat itu, saya sedang mengunjungi
sebuah apotek di mall. Mantap dengan celana kain, sepatu kulit, dan baju kameja
pendek, saya dihampiri oleh Sales.
“Dari mana Pak?” ujar
sales itu dengan penuh percaya diri. “Unmul” jawab saya singkat. “Bisa ikut
saya sebentar?,” Sales itu melanjutkan, “Kami ada promo”. Sekejap, saya pun
menerima tawaraannya. Maklum, saya polos kala itu.
“Tinggal dimana Pak” kata
sales itu sembari mengajak saya kesana kemari. “Jalan Perjuangan” kata saya.
Tak lama kemudian, sales itu meminta kartu identitas saya. Ada apa? “Buat buku
tamu Pak” katanya.
Braaak
Ketika melihat kartu
tanda pengenal (ktp) saya, tiba-tiba saja sales itu terlihat belagak aneh. “Ini
nggak salah Pak ktpnya?” katanya dengan penuh keraguan.“Benar pak” jawab saya,
“Kenapa?”. “Tanggal lahirnya” katanya lagi.
“Yup. Itu memang
tanggal lahir saya. Tertera kelahiran 1989” kata saya dengan mantap. Sales itu
hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Luar biasa” ujarnya sembari
memperlihatkan ktp saya ke rekan sebelahnya. Hahaha.
Entahlah, mengapa orang-orang
mengira kalau saya ini bukanlah mahasiswa, atau lebih tepatnya disapa dosen. Baik
di kampus, ruang tunggu, warung makan, sampai di mall. Duh, apakah saya
berkacamata ya? Atau cara berpenampilan? Mudah-mudahan saja bukan karena wajah
saya terlanjur tua. Ah, saya gak yakin. Hanya presepsi teman-teman saya saja itu,
hehe.
Moga-moga kelak saya
bisa menjadi dosen. Maklum, itu adalah salah satu cita-cita saya dari sekian
yang saya tulis.
Saya juga meyakini,
setiap kata adalah doa, karena setiap kata itu mengandung kebaikan. Apa yang
keluar dari lisan kita, itulah kualitas dan gambaran hidup kita.
(Dimas Prasetya dalam
kisah)
Jumardi
Salam
Samarinda,
05 Juni 2014