Ideals Often Change

Seorang Guru Sosiologi, ketika saya masih bersekolah di Madrasah Aliyah (MA), di Tenggarong Seberang, Kalimantan Timur, bernama Pak Samsuddin, akan menjadi pembahasan awal pada tulisan ini.

Di Sekolah, kami biasa menyapanya Pak Sam. Lain lagi jika sudah berada rumah, “Udin” begitu panggilannya. Beliau saya anggap luar biasa meskipun biasa diluar. Selain baik dan tampan (gak jauh berbeda dengan saya), tata bahasanya indah sekali dan santun. Hemat saya, bahasa yang dipakai ialah bahasa Jawa bercampur Kutai. Hasil olahan dari kedua bahasa tersebut, ternyata mampu membuat saya  terkesima.  Wow this is amazing.

Saya sering bertemu dan menjalin komunikasi dengan beliau, baik di lingkungan sekolah maupun di luar. Dan pada suatu ketika, tiba-tiba saja salah seorang rekan bernama Oni, meneguri: “Mardi, kok logakmu mirip dengan logaknya Pak Samsuddin?” hahaha, saya tak banyak berkomentar. Saya hanya tersenyum lalu mengatakan: “entahlah”.

Pada hari rabu, 25 desember 2013 sekitar pukul 11:15 WITA, pertanyaan yang dilantunkan tersebut kembali ditanyakan oleh rekan bernama Oky (sedikit mirip dengan nama penanya sebelumnya) melalu bantuan telepon seluler.  Katanya begini: “Mar, mengapa ya suara kamu sering berubah-rubah. jika saya perhatikan, tata bahasamu berbeda dengan sebelumnya”.

Kaget? Tentu saja karena question ini merupakan pertanyaan yang langka. namun saya salut dengannya. Ya, keberaniannya untuk bertanya meskipun berkaitan dengan privasi saya. Tanpa disuguhi secangkir kopi dan makanan ringan, saya pun menjawab pertanyaan tersebut dengan method of story. Kurang lebih ceritanya begini:

Jika saya menyenangi seseorang, biasanya saya berusaha mengumpulkan datanya sebanyak-banyaknya. Entah cara berkomunikasi, gaya rambut, gaya berpakaian, cara berjalan, cara menulis, cara membaca dan lain sebagainya. Fanatik? Ah biar saja asalkan positif.

Nah, Setelah data terkumpul cukup banyak, biasanya saya mencoba menguhubungkannya antara kegiatan dia dengan kebiasaan saya. jika memang sesuai dengan harapan, tentu saja seperti kebiasaan saya cepat berubah.

Beberapa hari terakhir, saya pernah membaca buku karangan Adi W. Gunawan yang berjudul  Born To Be a Genius. Disana saya menemukan beragam pengetahuan baru tentang tips menjadi pribadi yang cerdas.

Dalam buku tersebut, terdapat statement menarik tentang tipe kepribadian seseorang. tipe yang dimaksud adalah sanguin, melankolis, pleghmatis, dan korelis. Dari ke empat tipe itu, saya masuk dalam kategori sanguin.

“Orang yang bertipe sanguin acap kali berubah rubah dengan cepat. Artinya, ketika melihat seorang pilot yang dianggap baik, maka ia dengan mudahnya akan mengatakan, saya ingin menjadi pilot seperti dia. Dan,  ketika ia melihat seorang penulis yang diklaimnya bagus, maka ia berniat pula menjadi seorang penulis sepertinya. Intinya tipe sanguin senang berubah dan tidak senang dengan kehidup yang monoton” kira-kira seperti itulah maksud penjelasan dari tipe sanguin.

Untuk memperkuat penjelasan tersebut, saya lalu bercerita kembali tentang image. Dalam sebuah gambar, saya sengaja mengedit foto saya menggunakan bantuan photoshop kemudian menyisipkan kata “kapan ya” (lihat: gambaar) beserta nama saya tanpa ada penjelasan sedikit pun makna yang dimaksud. Mengapa? Ketika kelak ada yang bertanya demikian, tentu saja saya akan menjawab: “Wah orang itu baik sekali. hanya saja, ‘kapan ya’ saya bisa seperti dia?”.

Oky hanya tertawa ria mendengar pemaparan saya. “pantas aja” ujarnya. Namun, hanya itu yang dapat saya sampaikan padanya. Mengingat ia masih mempunyai kegiatan yang harus diselesaikan segera. “udah dulu ya, saya mau kerja nih” lanjutnya. “oke” kata saya sembari mengucapkan salam. “iya, Wa’alaikumussalam” katanya.

Sebenarnya ada keinginan mendalam untuk merubah kepribadian ini (baca:sanguin). tetapi entahlah, kapan perubahan itu akan terjadi. Sampai sekarang pun saya sangat sulit mengubahnya. Bahkan sambil menulis ini, saya sempat memikirkan: “kapan ya saya bisa seperti  Adi W. Gunawan?”. Hahaha, ada-ada saja.


Jumardi Salam

Samarinda, 26 Desember 2013