Bukan Revolusi Mental



Kata Pak Jokowi, saya harus membangun revolusi mental. Banyak manfaatnya. Namun, yang saya butuhkan saat ini bukan itu, tetapi revolusi badan.

Mula-mula, saya mendambakan badan gemuk. Maklum, saat itu saya masih bujang dan kurus. Nah, untuk mencapai tujuan tersebut, diam-diam saya menulis daftar nama orang gemuk yang saya kenal hingga mengoleksi foto-foto mereka di arzip pribadi. Anehnya, saya telah mencoba banyak cara tetapi selalu gagal. Gitu-gitu aja badan saya.

Ada statement menarik begini: “Kalau mau gemuk, ya harus nikah. Kalau belum ya susah”. Ternyata betul. Persis yang saya alami sekarang. Baru dua tahun menjalani sunah Rasul itu ternyata badan saya mulai membesar. Ini aneh. Padahal, saya tak terlalu berlebihan mengonsumsi makanan.

Rekan-rekan saya sering berkata: "Wah Pak Jumardi sudah mapan ya," atau “Alhamdulillah kawan saya sudah sukses” atau “Makin besar aja nih. Pasti selalu bahagia ya”. Hahaha, Saya hanya tersenyum sembari mengaminkan perkataan mereka. Lalu mengganti topic pembicaraan.

Inilah saya maksud. Saya butuh revolusi badan menjadi kurus kembali. Saat ini, tinggi saya 180 cm dan berat 92 kg. padahal, sebelum menikah, berat saya hanya 57 Kg saja. Rekan-rekan bisa bayangkan sendiri. Gila kan?

Selain dikatakan mapan, saya juga pernah dipanggil dosen. Saya masih ingat. Waktu itu, saya sedang bersilaturahim dengan guru besar di kampus saya dulu. Nah, selepas pertemuan mengenangkan itu, saya iseng melewati ruang belajar mahasiswa. Tiba-tiba saja saya dipanggil beberapa mahasiswa di salah satu ruangan yang saya lalui. "Pak, kelasnya disini,” ujar mereka sumringah.

“Ada apa dek?” Jawab saya heran. “Duh, bapak udah ditungguin dari tadi tuh. Kami belum terbiasa belajar tanpa dosen” ujar salah satu diantaranya. “Oh, ternyata mahasiswa baru” kata saya dalam hati. Sembari mengangkat kacamata saya keatas alis, saya melihat kiri kanan. Ternyata sepi. Akhirnya, saya masuk dan mengajar mereka.

Untung saja, dosen aslinya tak hadir. Kan bisa kaca urusan. Usai mengajar satu jam 35 menit tentang mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, saya pun buru-buru pergi. Namun, saya malah dihampiri ketua kelasnya, Helda. Ada apa gerangan? Ternyata ia minta pin bbm saya. Hahaha, saya tak mungkin memberikannya. Saya tolak lalu pergi sembari membisikkan sedikit kata: “Maaf dek, saya bukan dosen. Trima kasih sudah dipanggil ya”.

Duh, mengapa saya dipanggil dosen ya? Padahal umur saya masih 25 tahun. Apakah saya berkacamata ya? Terus punya cambang tipis-tipis? Atau mungkin penampilan saya yang memang mirip dosen? Entahlah.

Sejak badan seperti ini, kehidupan saya banyak mengalami perubahan. Missal, dalam style pribadi. Hampir baju-baju saya di rumah sudah tak terpakai lagi. Kekecilan meskipun masih bagus, dan bergaya modern. Akhirnya, saya memutuskan untuk menyerahkan pakaian itu ke panti asuhan yang tak jauh dari rumah. Tenang, baju saya kebanyakan style bernuansa Islam kok. Jadi, tampaknya disana jauh lebih bermanfaat.

Baru-baru ini, saya mulai rutin berolahraga dan mengonsumsi makanan yang dianjurkan. Menurut konsultan saya, kalau yang demikian dilakukan dengan rutin, insya Allah bisa menjadi ideal. Kapan? Jalani saja. Moga-moga Allah memudahkan urusan saya.
 

Jumardi Salam
Samarinda, 12 Agustus 2014