Oleh
Isa Alamsyah
Pernahkan kamu menonton
film atau membaca cerita, yang dalam cerita itu tokoh utamanya menderita, tapi
kamu tidak ikut sedih? Atau kamu melihat tokoh penting dalam cerita itu mati
tapi kamu tidak merasa kehilangan? Atau tokoh dalam film atau buku meraih prestasi
gemilang, tapi tidak ikut gembira?
Jangan khawatir, itu
bukan karena kamu tidak punya perasaan. Besar kemungkinan, itu terjadi karena si
penulis cerita atau pembuat film gagal merebut hati penonton atau pembacanya.
Build
Connection between Story and The reader
Membangun hubungan,
koneksi, antara penulis dan pembaca sangat penting.Penulis yang sukses adalah
penulis yang mampu membuat tokoh dalam ceritanya menjadi bagian dari
pembaca.Jika pembaca mulai marah pada karakter, ikut sedih melihat penderitaan
tokoh pada cerita, maka berarti karya tulis, cerpen, novel atau film tersebut
sudah sukses.
Baik fiksi atau non
fiksi, ikatan emosional dan koneksi antara isi buku terhadap pembaca, tetap
penting.
Misalnya pada buku non
fiksi:
Ketika membaca Catatan
Hati Seorang Istri karya Asma Nadia, banyak testimoni pembaca yang mengatakan
air matanya menetes tanpa mereka sadari, bahkan ada yang tersedu-sedu. Ini
menujukkan terbangun koneksi antara tulisan dan emosi pembaca.
Dalam beberapa
testimoni buku No Excuse! karya Isa Alamsyah ada yang mengatakan mereka seperti
ditampar-tampar hanya membaca beberapa halaman pertama. Emosi mereka meluap dan
marah ketika membaca ulasan tentang Indonesia di buku No Excuse. Ada yang
bilang penasaran atas semua kisah sampai malas bangun dari duduknya. Berarti
terbangun emosi dan koneksi.
Ketika membaca buku
Think Dinar karya Endy Kurniawan, ada yang merasa bodoh sekali selama ini dan
baru sadar atas kebodohannya setelah baca buku Think Dinar. Sampai ada yang
sambil baca berujar dalam hati "Brengsek, brengsek, brengsek (kok gue
bodoh amat ya selama ini)." Berarti buku ini berhasi membangun koneksi
dengan pembaca dan berhasil menumbuhkan kesadaran pembaca.
Ketika baca buku
terbaru Asma Nadia, Salon Kepribadian Jangan Jadi Muslimah Nyebelin, banyak
muslimah yang tertawa-tawa (menertawakan diri sendiri) setelah sadar akan
kesalahan dan kebiasaan buruknya masing masing, padahal sebelum baca buku ini
dia tidak menyadari ini sebagai kesalahan penting. "Nih gue banget, ya"
Berarti buku ini berhasil membangun koneksi.
Contoh lain di buku
fiksi :
Coba baca cerpen-cerpen
di buku Ummi atau cerpen-cerpen pada buku Sakinah Bersamamu karya Asma Nadia.
Ada cerpen yang membuat kita tertawa, haru, menangis, tersentuh, dan semua itu
menujukkan bahwa cerpen tersebut berhasil menciptakan emosi.
Ide tulisan ini muncul
setelah saya membaca dan melihat begitu banyak karya yang dikirimkan di
Komunitas Bisa Menulis, gagal total dalam menciptakan ikatan emosi.Ada tokoh
si-aku yang digambarkan sangat menderita - tapi ketika baca saya malah kesal
dengan si-aku yang lebih mirip complainer dan tukang keluh kesah. Saya bukan
simpati pada tokoh malah benci. Berarti penulisnya gagal membangun hubungan
antara saya sebagai pembaca dan tokoh utama dalam cerita.
Nah sekarang itu
tantangan buat kita semua yang mau menulis, baik fiksi atau non fiski. Mampukah
kita membuat pembaca terikat secara emosional ataupun intelektual dengan
tulisan kita.
Di dunia ini banyak
perubahan terjadi karena buku yang mempengaruhi pembacanya.Di masa lalu bahkan
ada buku yang mengubah dunia menjadi jauh lebih buruk.Buku The Prince Karya
Machiavelly yang dibuat tahun 1400-an mengajukan ide sederhana tentang
kekuasaan. Intinya kekuasaan hanya bisa bertahan jika menggunakan kekerasan. Buku
ini dibaca oleh Hitler, Stalin, Musolini, dan Mao Tse Tung dan lihat hasilnya.
Mereka semua menggunakan kekerasan dalam memimpin (Tentang kekejaman itu nanti
sekilas bisa dibaca di buku Agung Pribadi yang akan segera terbit nanti,
terkait dengan catatan sejarah yang bisa membangkitkan motivasi). Terlepas kita
tidak setuju dengan ide The Prince tersebut, tapi kenyataannya buku ini
berhasil membangun emosi dan mempengaruhi pikiran orang. Sebagai sebuah karya
tulis itu berarti berhasil.
Kini tugas kita, orang
yang peduli pada kebaikan, dan kebenaran dan ingin menyampaikannya dalam bentuk
tulisan.Buatlah seruan kebaikan baik dalam bentuk fiksi ataupun non fiksi
dengan cara yang bisa mengikat emosi dan intelektual, sehingga menghasilkan daya
perubahan yang lebih besar.
Selamat Menulis.